Sunday, 7 August 2016

ok tak?

LAGU PUJI SANG DARA Lilin kecil t'lah redup Angin kian berembus Guridam nyanyian Usang Pekat di ujung malam Usah menelan bayang Janggalkan semua Impian Senyap rasa kian hampa Ada lagu mendayu Nyanyian bersyair Getir Dalam nada lara jiwa Ada segumpal luka Rentangkan kisah Amarah Puisi by : N/A

puisi

BIMBANG Mentari terselubung halimun, pekat Awan hitam setia Menemani hari Senyap Bimbang Hati terdiam Kala kamu hadir Meminta janji suci dariku Terhempas badai gelombang lautan Hadirmu bagaikan tsunami Yang datang Menghantamku Kelam Dalam diam Aku tak faham Mengapa kamu hadir kembali ? Asa yang terajut indah Mulai membentang, terpasang Kala hatimu Memintaku Diam Tiada kata Aku masih terhempas Dalam gelombang tsunami bimbangku Janjiku akan aku tepati Tunggulah aku kembali Di ujung Senja Puisi by : Dew

apa itu cerpen

Pengertian Cerpen Dan Strukturnya Dilengkapi Unsur-Unsurnya Sora N 01/11/2014 Pengertia cerpen dan menurut para ahli beserta unsur-unsurnya dapat kamu pahami serta cermati di artikel ini. Cerpen adalah cerita pendek, jenis karya sastra yang memaparkan kisah ataupun cerita tentang manusia beserta seluk beluknya lewat tulisan pendek. Atau definisi cerpen yang lainnya yaitu merupakan karangan fiktif yang isinya sebagian kehidupan seseorang atau juga kehidupan yang diceritakan secara ringkas yang berfokus pada suatu tokoh sja. Maksud dari cerita pendek disini ialah ceritanya kurang dari 10.000 (sepuluh ribu) kata atau kurang dari 10 (sepuluh) halaman. Selain itu, cerpen hanya memberikan kesan tunggal yang demikian dan memusatkan diri pada satu tokoh dan satu situasi saja. Struktur cerpen Struktur teks cerpen dintaranya ada 6 (enam) bagian yaitu: Abstrak – merupakan ringkasan ataupun inti dari cerita yang akan dikembangkan menjadi rangkaian-rangkaian peristiwa atau bisa juga gambaran awal dalam cerita. Abstrak bersifat opsional yang artinya sebuah teks cerpen boleh tidak memakai abstrak. Orientasi – adalah yang berkaitan dengan waktu, suasana, maupun tempat yang berkaitan dengan cerpen tersebut. Komplikasi – Ini berisi urutan kejadian-kejadian yang dihubungkan secara sebab dan akibat, pada struktur ini kamu bisa mendapatkan karakter ataupun watak dari tokoh cerita sebab kerumitan mulai bermunculan. Evaluasi – Yaitu struktur konflik yang terjadi yang mengarah pada klimaks mulai mendapatkan penyelesainya dari konflik tersebut. Resolusi – Pada struktur bagian ini si pengarang mengungkapkan solusi yang dialami tokoh atau pelaku. Koda – Ini merupakan nilai ataupun pelajaran yang dapat diambil dari suatu teks ceriita oleh pembacanya

Saturday, 6 August 2016

tulis novel

1. Proses Awal Menulis Novel Proses yang satu ini sangat penting dan krusial baik bagi pemula maupun penulis novel senior. Sebab proses ini merupakan pondasi dasar dalam menulis novel. Sama seperti pondasi pada umumnya, tentu haruslah kuat. Tujuannya agar novel yang diterbitkan nantinya dapat berkesan dan dinikmati pembacanya. Sebab tugas seorang penulis adalah berbagi perasaan pada pembacanya. Jika perasaan itu tersampaikan, maka pembaca akan hanyut dalam cerita di dalamnya. Proses awal dalam penulisan novel dibagi dalam dua tahap. Tahap pra penulisan dan penyusunan kerangka novel. Tahap Pra Penulisan Novel Pada tahapan yang satu ini penulis wajib menggali ide dan menentukan tema. Ide adalah gambaran umum tentang cerita yang ingin ditulis. Sedangkan tema lebih spesifik lagi. Novel yang bagus tidak harus mempunyai ide yang original. Ide mainstream dan ide daur ulang juga bisa dipakai. Contohnya cerita cinta segitiga, persahabatan dan impian. Pastikan tema novelmu jelas. Tema bisa satu unsur atau gabungan dari beberapa unsur. Contohnya cerita percintaan anak basket dengan bintang kelas. Bisa juga horor percintaan antara gadis pemburu vampir dan lelaki berdarah campuran. Jika masih bingung tentang ide dan tema, kamu bisa mencari rujukan dari buku-buku yang sejenis. Contohnya untuk ide dan tema cinta segitiga, persahabatan dan impian bisa merujuk pada novel Winna Efendi. Penyusunan Kerangka Novel Setelah mendapatkan ide dan tema yang pas, selanjutnya kamu bisa menyusun kerangka novelmu. Karakter/Penokohan Ciptakan karakter yang unik dalam novelmu. Karakter yang unik bisa membuat pembaca penasaran. Sehingga dapat memancing pembaca untuk terus mengikuti alur cerita di dalamnya. Tulis secara detail mulai dari nama, jenis kelamin, ciri fisik, kepribadian, kebiasaan, hobi dan hal-hal detail lainnya. Tentukan posisi masing-masing karakter. Siapa yang protagonis, antagonis, atau penengahnya. Mana karakter utama, karakter pendukung, atau figuran. Terakhir dan paling penting adalah karakter haruslah manusiawi dan rasional. Sudut Pandang/Point of View Tentukan sudut pandang cerita yang akan kamu ambil. Perhitungkan secara matang tingkat keluwesannya. Sudut pandang yang kamu ambil harus dapat menggambarkan adegan-adegan dalam novelmu secara apik. Kamu bisa menggunakan satu atau lebih sudut pandang. Namun ada baiknya pilih satu saja yang paling cocok dengan ceritamu. Alur/Plot Pada dasarnya, hampir semua cerita menggunakan tiga plot dasar. Plot maju, plot mundur, atau gabungan antar keduanya. Masing-masing plot mempunyai kekuatan penggambaran tersendiri. Maka unsur yang satu ini akan menentukan kemana arah ceritamu dibawa. Konflik dan Ending Dalam cerita yang kamu buat haruslah terdapat konflik di dalamnya. Konflik yang bagus dimulai dengan percikan kecil, kemudian membesar dan memuncak. Hindari konflik yang dipaksakan. Konflik yang dipaksakan akan merusak alur dan akhir cerita. Buatlah senatural mungkin. Jangan lupa siapkan juga ending yang tepat untuk mengakhiri cerita. Hindari ending yang klise, akan lebih baik jika ending juga dibuat senatural mungkin. Gunakan akhir yang jelas untuk novel tanpa seri. Sebaliknya, ciptakan akhir yang mengantung untuk novel seri yang akan kamu tulis. 2. Proses Menulis Novel Akhirnya kamu tiba pada proses yang paling ditunggu-tunggu. Proses menulis naskah pertamamu. Setelah proses awal dan seluruh tahapannya sudah kamu lakukan, kamu berhak untuk maju ke proses yang penting ini. Sebab 60% syarat sudah kamu penuhi. Selanjutnya tinggal mewujudkannya dalam bentuk naskah. Proses penulisan novel juga dibagi dalam dua tahap. Tahap drafting dan tahap editing. Tahap Drafting Drafting merupakan tahapan utama dalam menulis novel. Sebab tanpa melakukan tahap ini, kamu hanya akan berakhir pada angan-angan saja. Ide yang sudah terbangun bisa menguap dengan cepat kapan saja. Jadi jangan buang kesempatanmu dan lakukan sekarang juga. Mulailah dari kalimat pembuka yang apik dan mengundang rasa penasaran. Bisa dimulai dengan deskripsi atau langsung pada konflik. Gunakan diksi yang sesuai dengan cerita yang ingin kamu bangun. Jangan memaksakan diksi yang berlebihan. Pilih dan rangkai senatural mungkin. Tentukan saat yang tepat untuk menutup paragraf lama dan membuka paragraf baru. Bagi cerita dalam novelmu kedalam beberapa penggalan cerita atau chapter. Tidak perlu banyak-banyak, asalkan cerita bisa tersampaikan, sedikit juga tidak masalah. Sematkan catatan kaki pada istilah-istilah khusus dalam novelmu. Tujuannya agar cerita tidak melebar dan pembaca memahami istilah tersebut. Tahap Editing Setelah naskah selesai ditulis, periksa kembali naskahmu. Bila perlu cetak naskahmu agar lebih mudah dikoreksi. Siapkan spidol berwarna untuk memberi tanda dan catatan. Pastikan penulisan naskah sesuai dengan aturan EYD. Buang atau perbaiki kata atau kalimat yang tidak efektif. Ulangi beberapa kali sampai dirasa sudah cukup dikoreksi. Lakukan perbaikan pada naskah yang sudah dikoreksi tadi. Koreksi ulang naskah yang sudah diedit tadi. Jika dirasa sudah cukup maka naskahmu siap menuju proses dan tahapan berikutnya. 3. Proses Akhir Menulis Novel Pada proses ini jantungmu akan dibuat deg-degan. Pertanyaan-pertanyaan kecil mulai timbul dan tenggelam di pikiranmu. Rasa campur aduk dan sensasi aneh perlahan mulai kamu rasakan. Sebentar lagi novelmu akan masuk proses penyempurnaan dan tahap finishing. Namun bukan berarti naskahmu sudah mendapat jaminan pasti. Karena bagian ini biasanya dapat berkebalikan seratus delapan puluh derajat. Proses akhir penulisan novel dibagi dalam dua tahap. Tahap proofreading dan tahap pengiriman naskah. Tahap Proofreading Proofreading adalah tahapan dimana naskah novelmu dinilai. Tujuannya untuk mendapatkan tanggapan, kritik, dan saran dari pembaca. Sebaiknya cari proofreader yang bisa kamu andalkan dalam hal ini. Cobalah minta orang terdekatmu untuk memberi penilaian. Misalkan keluargamu, sahabat, atau bahkan teman editor. Minta mereka untuk membuat catatan kecil tentang testimoni mereka. Kumpulkan semua testimoni tersebut dan simpulkan. Jika dirasa ada yang perlu dibenahi maka lakukan. Jika tidak lewati saja. Tahap Pengiriman Naskah Tahap ini bisa dikatakan adalah tahap pamungkas. Tahap dimana kamu akan mengirimkan naskahmu pada penerbit. Ada beberapa hal yang perlu kamu perhatikan dengan serius disini. Pilih penerbit yang sesuai dengan jenis naskahmu. Tujannya agar naskahmu berpeluang besar diterbitkan. Baca aturan pengiriman nasakah dan taati syarat yang disebutkan oleh penerbit tersebut. Susun dengan rapi naskahmu. Bila perlu sudah dalam bentuk layout yang enak untuk dibaca. Kirim sesuai petunjuk dan pastikan naskahmu sampai di meja redaksi. Siapkan mentalmu kalau-kalau naskahmu diterima atau justru mendapat penolakan. Bagaimana? Sudah dapat gambaran jelas tentang menulis novel bagi pemula? Jika sudah, lalu tunggu apalagi. Segera tulis, kurasi, dan terbitkan naskahmu. PS: Jika kamu mengalami beberapa kendala, ada yang kurang jelas, atau apa pun yang ingin ditanyakan, sila buka obrolan melalui kontak kami. Cara Membuat Flash Fiction Untuk Pemula Langkah Demi Langkah11/02/2016In "Flash Fiction" Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel Beserta Karakteristiknya12/02/2016In "Novel" Cara Membuat Cerpen Untuk Pemula Langkah Demi Langkah04/02/2016In "Cerpen" Ta

ombak rindu novel ... bab satu

Bab 1 "Izzah..! Aku nak kau kerja di kelab malam tu! Kau dengar tak ni! Sama ada kau suka ataupun tak, kau mesti ikut cakap aku. Pendapatannya lumayan. Kau boleh kaya dengan sekelip mata aje." Suara Pakcik Taha keras. Wajahnya serius. Renungannya cukup tajam. Bagaikan hendak terkeluar biji mata lelaki itu merenung anak saudaranya itu. Izzah terkulat - kulat di tepi tiang seri ruang tamu. Rumah papan kediaman mereka kelihatan usang. Semakin tidak bermaya mata yang memandang dengan cahaya lampu yang suram. Rumah Pakcik Taha terletak jauh cari rumah jiran tetangga menyebabkan dia bebas melakukan apa sahaja terhadap Izzah. Jeritan, sepak teranjang dan segala maki hamun sudah lali di telinga dan tubuh Izzah. Kata - kata Pakcik Taha tadi tidaklah selantang mana tapi Izzah dapat merasakan nadanya serius. Dia semakin gementar. Tanpa diundang, airmata sudah mengalir perlahan - lahan. "Tak nak pakcik. Itu tempat maksiat. Izzah.... Izzah tak suka. Izzah nak belajar lagi." jawab Izzah dengan takut - takut. "Nak belajar apalagi! Buang duit aku aje. Esok, kat ceruk dapur tu jugak tempat kau. Kerja kat kilang tu berapa sen yang kau dapat. Esok kau berhenti kerja. Aku nak kau jumpa tauke kelab malam tu." Pakcik Taha keras dengan keputusannya. Makcik Hajar hanya tersenyum memandang suaminya. Kemudiandia mengalihkan pandangan kepada Izzah yang sedang menangis teresak - esak. Dia gembira kerana Izzah digunakan untuk mengaut kesenangan. Itulah perjanjian mereka dengan tauke kelab malam itu. Perjanjian untuk melangsaikan segala hutang - piutang. Bukan itu sahaja malah mereka suami isteri akan mendapat habuan jika Izzah bekerja di kelab malam itu. "Tapi pakcik..." Izzah cuba membantah. Ayat yang telah diatur sejak kemarin tidak terkeluar. Lidahnya kelu. Jelingan tajam Pakcik Taha menakutkan dia. Dua hari lepas, Pakcik Taha sudah mengajukan padanya tentang kerja di kelab malam itu. Demi cita - cita dan maruahnya, jenuh dia memikirkan alasan terbaik menangkis kehendak pakciknya. Tapi dia tidak berdaya. Malam ini pakciknya mengungkit lagi. "Sudah! Pergi siapkan makanan. Kami dah lapar ni." arah Makcik Hajar. Izzah melangkah ke dapur dengan linangan airmata. Makan malam perlu disediakan. Dia tidak mahu ada sepak terajang dan maki hamun lagi. Keputusan Peperiksaan Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) Izzah amat menggalakkan. Dia yakin salah sebuah pusat pengajian tinggi akan menerima permohonannya. Wang yang disimpan hasil kerja di kilang papan di sebelah kampung sementara menunggu keputusan peperiksaan masih ada. Walaupun sebagai kerani dan bergaji kecil tapi Izzah berjimat orangnya. Dia terpaksa menipu pakciknya dengan memberitahu gajinya hanya RM280.00 sedangkan sebenarnya ia mendapat RM400.00 sebulan. Izzah sedar duitnya akan diambil oleh Pakcik Taha jika dia berterus - terang. Cita - cita Izzah amat tinggi. Impian keluarganya perlu dilaksanakan. Dia berharap wang simpanan itu apat menampung permulaan pengajiannya. Selepas itu, dia sudah merancang memohon biasiswa pula. Malam itu, Izzah tidak dapat tidur. Walaupun penat seharian di tempat kerja dan melakukan kerja - kerja rumah namun matanya masih bulat merenung atap rumbia. Biasanya tidur Izzah lena walaupun beralaskan tikar mengkuang tapi kini dia gelisah memikirkan hari esok. Terasa ingin lari dari rumah. Tapi dia tiada kekuatan untuk melakukannya. Esoknya, Izzah masih buat tidak endah. Dia nekad untuk membantah walau apa pun. Dia tidak peduli . Kata hatinya bulat. Seperti biasa dia menyediakan sarapan pagi untuk Pakcik Taha dan Makcik Hajar. Izzah melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 8.40 pagi. Masa untuk dia pergi kerja. Izzah melangkah berjingit - jingit dan berhati -hati sekali. Dia tidak mahu Pakcik Taha nampak. Dia tahu, Pakcik Taha tidak akan memijakkan kaki ke kilang papan itu kerana hutangnya masih tertangguh dengan Pak Mustapha, penyelia di kilang itu. Izzah yakin dia akan selamat sekiranya sempat sampai ke kilang tanpa pengetahuan pakciknya. "Izzah! Kau nak ke mana tu?" jerkah Pakcik Taha. Langkah Izzah terhenti. Dap... dup... dap... dup... debaran dadanya terasa berbunyi. "Kau jangan nak mengada - ngada. Tak payah pergi kerja. Aku dah pesan dengan anak si Nasir tu suruh dia beritahu ketua kau dah berhenti kerja. Masuk! Kejap lagi, kita pergi tauke tu." Pakcik Taha mencekak pinggang dengan ekor mata yang garang. Makcik Hajar hanya tersenyum sumbing. Memang dia berharap sangat agar Izzah pergi dari rumah itu tapi dia takut Izzah akan merampas kebahagiaannya. Makcik Hajar pernah memandang anak mata suaminya merenung tajam ke tubuh anak saudaranya itu. Perkara sumbang boleh terjadi memandangkan kini dia semakin dimamah usia. Tentulah suaminya memerlukan pucuk muda untuk melayani nafsunya. Sebelum sesuatu perkara buruk terjadi, dia mesti memaksa Izzah. Biar dia berambus dari sini. "Izzah tak nak. Izzah nak belajar lagi, Izzah tak nak kerja kat situ." Lancar lidah Izzah berkata - kata. Dia menjadi lupa diri. Barangkali kerana semangatnya yang kuat untuk belajar. Hilang ketakutannya selama ini. Matanya jelas melawan renungan pakciknya. Pang!!!!!!!! Izzah terdorong ke belakang bila satu tamparan hinggap di pipinya. Dia dapat melihat Makcik Hajar hanya ketawa. Bukan sekali tapi dua kali pipinya menjadi mangsa kejam Pakcik Taha. Hidungnya sudah mengalir cecair merah. Kepalanya terasa berpinar - pinar. "Cepat siap! Aku nak kau jumpa tauke tu. Pakai baju yang aku beli semalam. Bawak sekali kain baju kau," arah Pakcik Taha lagi. Suaranya semakin garang. Izzah enggan. Masih terpacak di situ. Kali ini Makcik Hajar pula yang membelasahnya. Tubuh Izzah ditolak ke dinding. Izzah terduduk dengan rambut yang tidak terurus. Raungan Izzah tidak dipedulikan. "Tolong Izzah pakcik, makcik, Izzah tak nak," rayu Izzah sambil teresak - esak. "Cepat masuk! Pergi kemas kain baju kau," tengking Pakcik Taha sambil menanggalkan tali pinggang di seluarnya. Dia tidak peduli rayuan anak saudaranya itu. Apabila terpandang sahaja tali pinggang, Izzah memejamkan mata dan ingin menyorok di tepi almari. Gigilan tubuhnya semakin nyata. "Kalau kau tak nak kena tali pinggang aku ni, cepat masuk bilik. Kemas kain baju kau!" Akhirnya Izzah terpaksa akur. Tiada siapa yang sudi menolongnya. Lemah langkahnya memasuki bilik. Pakcik Taha dan Makcik Hajar tersenyum sesama sendiri. Kemudian mereka terus ke dapur menjamah sarapan pagi yang sudah disediakan. Izzah masih teresak - esak menangis di dalam bilik sambil mengemas kain bajunya. Setelah siap, dia berkurung di bilik sementara menunggu Pakcik Taha dan Makcik Hajar selesai sarapan. "Izzah! Cepat! Aku dah siap ni. Kita pergi sekarang," jerit Pakcik Taha. Izzah tersentak. Cepat - cepat dia mengesat airmatanya. Memandang sekeliling bilik. Seolah - olah inilah kali terakhir melihat bilik usangnya itu. Kemudian berjalan perlahan - lahan menjinjing sebuah beg. "Hei bodoh! Kerja kat situ takkanlah pakai baju kurung. Tapi tak apa, nanti sampai sana kau tukar baju. Mari!" Izzah tidak mempedulikan arahan Pakcik Taha sebelum ini. Baju kurung yang dipakainya masih kekal tersarung di tubuhnya. Sepanjang perjalanan airmata Izzah tidak henti - henti mengalir. "Dah jangan menangis lagi. Kau nak aku sepak muka kau lagi ya?" keras suara Pakcik Taha memarahi Izzah. Setelah empat jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di destinasinya. Izzah masih lagi menangis. Dia ditarik kasar keluar dari kereta. Izzah terpinga - pinga. Berusaha melepaskan cengkaman pakciknya tapi tidak berjaya. seorang lelaki sudah menunggu dengan senyuman miang dan gembira sambil mengurut - ngurut misalnya. "Tolonglah pakcik. Izzah nak balik. Izzah tak nak kerja kat sini," rayu Izzah tetapi tidak dihiraukan. "Kalau kau tak nak buat apa yang aku suruh, aku akan jual kau terus pada tauke tu. Sekarang ni, aku cuma kau nak jadi pelayan kelab malan aje. Banyak dapat duit. Kau cantik. Aku yakin ramai yang kau suka kat kau nanti. Baik nasib kau, mungkin kau akan kahwin dengan lelaki kaya. Mereka yang datang kat sini semuanya banyak duit, kau tau tak." Pakcik Taha mencengkam lengan Izzah dengan kuat. Kemudian dibawanya berjumpa dengan lelaki yang sedang menunggu. "Taha! Wah, lu punya anak sedala banyak cantik ohh...." Lelaki itu tersenyum sumbing sambil meratah wajah dan tubuh Izzah. Izzah ingin lari tetapi genggaman tangan Pakcik Taha amat kuat. Dia merasa takut dengan apa yang bakal terjadi sebentar lagi. Tangisannya tidak dipedulikan. "Lu jaga dia baik - baik. Gua kasi dia kerja dekat kelab malam tu. Tapi, jangan lupa komisen gua tau." Pakcik Taha melepaskan tangan Izzah dan tangan lelaki itu pula mengambil alih memegang kuat pergelangan tangan Izzah. "Pakcik, tolong Izzah pakcik. Izzah tak nak kerja kat sini," rayu Izzah lagi. Walaupun Pakcik Taha pernah cuba berbuat jahat dengannya tetapi dia tidak peduli. Dia ingin pulang. Tidak mahu melakukan kerja terkutuk ini. Izzah meronta - ronta lagi. Bila dia berjaya menendang lelaki itu, satu tumbukan hinggap di perutnya. Izzah terduduk menahan sakit. Beberapa orang pemuda menghampiri Izzah dan mengheretnya ke kereta. "Apa pasal awak tak kerja dengan kami. Gaji banyak an awk cuma layan mereka dengan baik. Kalau mereka berkenan mungkin awak akan dapat kemewahan." Izzah tidak mendengar apa yang diperkatakan oleh lelaki itu. Bagaikan mencurah air di daun keladi sahaja. Airmatanya semakin deras mengalir.

faisal tehrani

Mohd Faizal Musa Born 7 August 1974 (age 42) Kuala Lumpur, Malaysia Pen name Faisal Tehrani Nationality Malaysian Genre Novel, short-story, poem and stage play Mohd Faizal Musa (born August 7, 1974), also known under the pen name Faisal Tehrani, is a Malaysian author who is known for being controversial. He is the author of many books and literary works of various lengths, including stage plays. National Laureate Datuk Anwar Ridwan, said Faizal up with "consciousness of literature high and full of vision." Faizal has won numerous literary prizes and awards, including the National Art Award in 200

novel kegemaranku

Sinopsis Konserto Terakhir Bab 1 hingga 14 Sinopsis Bab demi Bab Sinopsis Bab 1 – Keluarga Hayati tidak ada mood ( keinginan ) untuk belajar piano pada hari itu kerana sering membuatkesalahan. Keadaan ini menimbulkan salah faham antara Hayati dengan guru pianonya. Tiba-tiba muncul Hilmi di saat-saat getir tersebut. Hilmi memperkenalkan dirinya sebagai dua pupuHayati iaitu anak Pak Karim dari Kedah. Hayati berasa gusar melihat gerak-geri Hilmi yangserba canggung. Dia tidak pernah mengetahui bahawa bapanya masih mempunyai saudara dikampung. Datin Salmah juga tidak menyenangi kehadiran Hilmi di rumahnya. Sementaramenunggu kepulangan Datuk Johari, Hilmi ditempatkan di sebuah bilik berhampiran denganbilik Pak Amat, drebar mereka. Kehadiran Hilmi telah mengingatkan Datuk Johari tentangkampung halamannya yang telah ditinggalkan selama tujuh belas tahun lalu.Hilmi menyatakan hasratnya untuk mencari pekerjaan. Walau bagaimanapun, kelulusannyayang hanya setakat darjah empat sekolah Melayu menyukarkan usaha Datuk Johari mencaripekerjaan untuknya. Akhirnya Hilmi disuruh menjadi tukang kebun di rumahnya. Hilmibekerja dengan tekun membersihkan kebun itu. Dalam masa yang sama, perasaannyacemburu melihat kemesraan antara Hayati dengan Mohsin. Sinopsis Bab 2 – Kuli Hilmi gembira dengan pekerjaannya sebagai tukang kebun. Dia telah melakukan perubahanyang besar di pekarangan rumah itu sehinggakan mendapat pujian daripada Datuk Johari dan juga Dr. Nathan iaitu jiran Datuk Johari. Hilmi berkawan baik dengan Pak Amat. Pak Amatpernah menjadi penyelam mutiara di Darwin, Australia. Datuk Johari gelisah apabila Dr.Nathan bertanyakan tentang tukang kebun barunya itu kerana dia tidak sampai hatimenganggap Hilmi sebagai tukang kebunnya. Hilmi amat tertarik dengan mainan pianoHayati. Rumah Datuk Johari juga sering didatangi oleh saudara mara Datin Salmah yangberpangkat.Dalam pada itu, Datin Salmah teringat akan kata-kata kakaknya Siti Hajar tentang Hilmikerana lambat laun orang akan mengetahui bahawa Hilmi itu anak saudara Datuk Johari.Hasutan Siti Hajar itu menimbulkan rasa gelisah di hati Datin Salmah dan dia berusahamencari jalan untuk mengusir Hilmi dari rumahnya. Sinopsis Bab 3 – Piano Hilmi kecewa apabila dia mendapati tanamannya dirosakkannya oleh kumbang. Dia telahmelepaskan geramnya dengan memijak-mijak kumbang-kumbang itu dengan tumitnya.Tindakan Hilmi itu ditegur oleh Hayati dan menganggap dia seorang yang kejam. AkhirnyaHayati faham kenapa Hilmi memusnahkan kumbang yang mengancam keselamatantanamannya. Kadangkala Hayati ikut bersama-samanya mencari kumbang dan ulat. Dua kalidalam seminggu iaitu hari Sabtu dan Khamis, Hayati belajar bermain piano di rumahnya.Pada hari-bari tersebut Hilmi akan mencari kerja yang dapat dibuatnya di depan rumahberhampiran dengan ruang tamu. Pada kedua-dua hari tersebut keletihannya terasa hilang, dandia menunggu kedua-dua hari itu dengan penuh harapan kerana dia dapat mendengar lagu-lagu merdu yang keluar dari hujung-hujung jari Hayati yang diletakkan di atas pianonya.Lagu-lagu itu menjadi makanan rohaninya. Pada suatu hari Khamis, Hilmi gelisah keranaHayati belum pulang lagi. Rupa-rupanya Hayati dan Mohsin pergi menonton wayang.Hati Datin Salmah mulai berubah terhadap Hilmi. Dia tidak lagi menyebutnya sebagai tukangkebun tetapi sebagai kaum keluarganya. Datuk Johari juga mulai bangga kerana tiap-tiap You're reading a free preview. Pages 2 to 10 are not shown in this preview. Read the full version

for beginners

Creative writing tips and tricks for beginners Creative writing. Easy, but difficult at the same time. So how do we make it easier? How do we make it fun? Also, how to get better at it? Should we use figures of speech in creative writing? What priorities should we give to grammar, spelling and punctuation? Novels, short stories, biographies... it's all covered here. For the answers, read on below! Six causes of a beginner writer’s expressive problem (and what to do about each) By Guest Author This is a guest article by Abraham Adekunle. If you want to submit a guest article of your own be sure to read the guest article guidelines. Writing can seem liberating at first. You sit down at your computer, smuggle your coffee beside your writing materials, and begin the session with an enthusiastic mind. You […] Filed Under: Creative Writing Tips, Magnetic Writing How to pick out a character for your novel By Guest Author This is a guest article by James Thompson. If you want to submit a guest article of your own be sure to read the guest article guidelines. Believe it or not, but the profession of your novel characters play a major role in making your novel a big hit. Using clichéd professions such as doctor, […] Filed Under: Creative Writing Tips, Fiction Writing Creative writing in 2015: here’s what you need to know By Idrees Patel There are few things constant in the world, and creative writing is not one of them. Sure, it may not look like it on the surface. After all, creative writing is one of those things which stays evergreen, supposedly. Books on creative writing written decades ago still have relevance in the present. Creative writing advice […] Filed Under: Creative Writing Tips The art of finishing a chapter By Guest Author This is a guest article by Jessica Millis. If you want to write a guest article of your own be sure to read the guest article guidelines. The end of the chapter. A mystery that most writers who are still working towards getting their first publication have yet to solve. Having read through many poor, […] Filed Under: Fiction Writing How to create characters readers really care about By Guest Author This is a guest article by Alex Limberg. If you want to write a guest article of your own be sure to read the guest article guidelines. Some writers claim they know their characters even better than their spouses. It’s great when your spouse doesn’t just exist on paper, and even greater when you can […] Filed Under: Fiction Writing How to write great scenes: tips and tools By Guest Author This is a guest article by Michael McPherson. If you want to read a guest article of your own be sure to read the guest article guidelines. Writing for a living is not as easy as people think. Most persons believe that writers have a great life – just sitting at a desk, filling in […] Filed Under: Fiction Writing Tips and tricks to add humour to creative write-up By Guest Author This is a guest post by Stewart Agron. If you want to submit a guest post of your own be sure to read the guest post guidelines. Forming up creative ideas and retaining creativity throughout a write-up is as arduous as trying to figure out how to put a giraffe in a refrigerator. But adding […] Filed Under: Creative Writing Tips What is good writing? By Idrees Patel Good writing. More precisely, a piece of writing or multiple pieces of writing which have been labelled with the quality of goodness. Everyone strives to have their writing become, through hard work, good writing. Good writing is a great thing, a thing to strive for. But what is it, really? Why is that we don’t […] Filed Under: Creative Writing Tips, Magnetic Writing 1 2 3 … 5 Next Page » Sign up for Treasure Trove Email address: First Name: Popular articles Common Mistakes Made by Creative Writers How to Master Clarity in Writing Why Hunting for Plots is Worthless Writing Tip: Experiment with Free-writing 1 Year Later: How I Improved My Writing Blog topics Academic Writing Creative Writing Tips Fiction Writing Poetry Writing Editing and Proof Reading Magnetic Writing Reviews Site News Technical Writing Web Writing Recent articles Six causes of a beginner writer’s expressive problem (and what to do about each) How to come up with great creative headlines How to become an outstanding writer Demolish your writer’s block How to pick out a character for your novel About me Idrees Patel is a college student who enjoys reading, writing, browsing the web, tinkering with consumer electronics and more. He is currently studying for a bachelor's degree in management, living in India. Learn more about him & the blog → Treasure Trove Treasure Trove is the Writers' Treasure newsletter, and it includes all blog articles, upcoming gui

teknik penulisan

MENYUSUN KARYA ILMIAH A. Konsep Karya Ilmiah Karya ilmiah terbentuk dari kata “karya” dan “ilmiah”. Karya berarti kerja dan hasil kerja dan ilmiah berari bersifat ilmu. Dengan demikian karya ilmiah berarti kerja atau hasil kerja berdasarkan ilmu atau kerja yang bersifat ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan metode-metode ilmiah. Metode ilmiah dilakukan untuk mendapatkan kebenaran ilmiah. Oleh karena itu, karya ilmiah harus berisi kebenaran ilmiah. Jadi, karya ilmiah adalah karya yang disusun dengan menggunakan metode ilmiah untuk mendapatkan kebenaran ilmiah. Kebenaran ilmiah akan tercapai apabila diperoleh dari pemikiran yang rasional (logis) dan dapat dibuktikan secara empiris. Pemikiran yang rasional merpakan pemikiran yang disertai dengan penalaran yang logis (diterima akal sehat). Penalaran yang ilmiah harus di sertai dengan informasi (pengetahuan) yang tepercaya. Sedangkan empiris maksudnya pemikiran yang disertai dengan bukti-bukti dan fakta-fakta. B. Karakteristik Karya Ilmiah Sesuai dengan uraian di atas, karya ilmiah berkarakteristik: a. objektif, artinya karya ilmiah harus relistis, apa adanya, sesuai objeknya, tidak ada rekayasa, dan tidak pula memasukkan unsure-unsur subjektivitas penulis, b. faktual, artinya karya ilmiah harus didasarkan pada fakta dan dapat pula dibuktikan, c. rasional dan logis, artinya karya ilmiah harus dapat diterima secara akal dan berisi penalaran-penalaran ilmia, d. ilmiah, artinya karya ilmiah harus didasarkan pada bidang keilmuan dan prosedur ilmiah, e. sistematis, artinya karya ilmiah harus disusun dengan menggunakan sistematika yang baik, dan f. manfaat, artinya karya ilmiah harus mempunyai manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan secara teoritis dan pihak-pihak yang memerlukan, bahkan bermanfaat secara universal, dan bermanfaat praktis, C. Pola Pikir dalam Penulisan Karya Ilmiah Pola piker dalam karya ilmiah memunyai peranan yang sangat penting karena sebuah karya ilmiah selalu didasarkan pada hasil berpikir ilmiah. Pola pikir dalam karya ilmiah dipilah menjadi dua, yaitu pola pikir bersifat deduksi (cara berpikir deduktif) dan pola pikiri induksi (cara berpikir deduktif). Pola pikir deduktif merupakan pola pikir ilmiah yang didahului dengan pernyataan umum yang berupa kesimpulan terhadap suatu objek atau pernyataan teoritis dari sebuah teori tertentu kemudian ditindajlanjuti dengan pernyataan khusus yang diperoleh dari analisis objek, argument-argumen, bukti-bukti, dan hal lain yang aktual, realistis, dan logis. Sedangkan pola pikir induktif merupakan pola pikir yang didahului dengan pernyataan khusus yaitu hal yang bersifat aktual, realistis, dan objektif kemudian ditarik sebuah pernyataan umum (simpulan). D. Sumber-sumber Gagasan Penyusunan Karya Ilmiah Sumber gagasan penysunan karya ilmiah yang dimaksudkan di sini adalah bahan penulisan. Bahan penulisan adalah berbagai informasi baik teoritis maupun realistis-empiris yang menimbulkan inspirasi untuk menyusun karya ilmiah. Sumber-sumber informasi dapat diperoleh dari hal-hal seperti diuraikan di bawah ini. a. Inferensi atau pengalaman Profesi yang kita tekuni, aktivitas yang kita jalani, dan pekerjaan yang kita kerjakan pasti memunculkan persoalan-persoalan. Kerap kali dalam benak kita mempunyai gagasan untuk mengembangkan aktivitas tersebut menjadi lebih baik, maju, dan berkualitas. Sering pula, ketika kita menjalani kegiatan, pekerjaan, dan profesi menemui masalah dan terlintas cara memecahkannya. Gagasan, cara memecahkan masalah, dan hal-hal baru yang kita dapatkan dari aktivitas itu dapat kita pakai sebagai bahan untuk menulis karya ilmiah. Sumber yang kita peroleh seperti itu berarti bersumber dari pengalaman sehari-hari. b. Observasi Sumber penulisan karya ilmiah dapat diperoleh pula dari observasi. Observasi yang dimaksud adalah pengamatan terhadap suatu objek, kejadian, atau fenomena tertentu. Kegiatan observasi itu dilakukan dengan terjun langsung atau melibatkan diri ke dalam objek, peristiwa, dan fenomena yang diamati. Proses observasi harus dilakukan dengan sadar (terencana) dan terukur. c. Pustaka Sumber pustaka maksudnya adalah sumber yang diperoleh dari buku dan media cetak lainnya. Untuk mendapatkan bahan penuluisan karya ilmiah dari sumber ini harus melalui proses membaca kritis. d. Deduksi dari suatu teori Yang dimaksudkan deduksi dari suatu teori adalah pernyataan-pernyataan umum dari suatu kesimpulan suatu teori tertentu yang sudah umum dan diyakini kebenarannya. Penulis karya ilmiah berkeinginan untuk membuktikan simpulan teori tersebut pada hal lain. e. Kebijakan-kebijakan Kebijakan-kebijakan tertentu dapat manjadi bahan penuliusan karya ilmiah. Yang dimaksudkan dangan kebijakan adalah ketentua-ketentuan tentang suatu hal yang diberikan atau diberlakukan oleh pihak tertentu. Kebijakan-kebijakan tersebut menimbulkan dampak tertentu pada pihak lain. Pihak lain ada yang setuju, ada yang menolak, ada pula yang tidak mendapatkan pengaruh apa pun. Hal tersebut dapat dipakai sebagai bahan untuk menyusun karya ilmiah. f. Laporan penelitian Sumber dari laporan penelitian adalah sumber yang merupakan laporan dari suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh orang lain. Penelitian itu telah dibukukan menjadi sebuah karya ilmiah. Dengan membaca laporan penelitian tersebut diharapkan kita akan memperoleh masalah lain yang dapat kita jadikan sebagai karya ilmiah. E. Prosedur Penyusunan Karya Ilmiah F. Sitematika Penyusunan Karya Ilmiah dan Teknik Penyusunannya Bagian Awal 1. Hal-hal yang termasuk bagian awal adalah : 2. Halaman sampul 3.Halaman judul 4. Abstrak 5. Kata Pengantar 6. Daftar Isi 7. Daftar Gambar 8. Daftar Lampiran Bagian Inti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Pembatasan Masalah D. Perumusan Masalah E. Kegunaan Penelitian F. Definisi Operasional BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian pustaka setiap variabel B. .Hipotesis (jika ada) BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Populasi dan Sampel Penelitian D. Metode Penelitian E. Instrumen Penelitian F. Teknik Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian B. Uji Prsayarat Analisis C. Pengujian Hipotesis D. Pembahasan hasil penelitian BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan B. Implikasi C. Saran Bagian Akhir • Daftar Pustaka • Lampiran • Riwayat Hidup Penulis Sistematika Laporan Penelitian Versi Pendek: (Makalah , Artikel Jurnal Ilmiah) 1). Pendahuluan 2) Kajian teori 3). Metode 4). Temuan dan Pembahasan 5). Kesimpulan dan Rekomendasi 6). Daftar Pustaka 7) Lampiran - Daftar Riwayat Hidup G. Teknik Penulisan Komponen-komponen Karya Ilmiah H. Makalah sebagai Sebuah Bentuk Karya Ilmiah Makalahadalah karya tulis yang membahas suatu masalah berdasarkan hasil kajian pustaka (teori) atau hasil pengamatan Tahap-tahap Penyusunan Makalah Persiapan a. mengumpulkan dan membaca buku-buku untuk memilih dan menentukan topik b. membaca buku-buku untuk memperluas pengetahuan yang berhubungan dengan topik yang telah terpilih c. mengembangkan kerangka makalah 2. Penulisan Kegiatan pengembangan kerangka makalah menjadi sebuah makalah 3. Pemeriksaan (Revisi) Pemeriksaan terhadap isi dan penggunaan kata, kalimat, ejaan, dan tanda baca. Pertimbangan dalam memilih topik (a) topik harus bermanfaat (b) menarik dan sesuai dengan minat penulis (c) topik harus dikuasai penulis (d) tersedia sumber-sumber informasi dan bacaan Kerangka Makalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan 1.4 Manfaat 1.5 metode pengumpulan data 1.6 Definisi operasional BAB II PEMBAHASAN Berisi uraian yang menjawab rumusan masalah secara terperinci didasarkan atas data-data dan informasi dari berbagai sumber. BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pada bagian ini diungkapkan hal-hal yangmelatarbelakangi pembuatan makalah atau karya tulis.Bagian ini mengungkapkan landasan pemikiran pemilihan judul atau permasalahan yang akan ditulis. Tujuan Bagian ini mengungkapkan tujuan yangingin dicapai melalui karya tulis tersebut .Manfaat Bagian ini penulis menjelaskan manfaat penelitian. Manfaat tersebut diarahkan kepada pihak-pihak tertentu. Perumusan manfaat adalah untuk siapa dan apa manfaatnya untuk pihak tersebut. Pembatasan Masalah Bagian ini mengungkapkan cakupan masalah yang akan dibahas. Masalah yang terlalu luas harus dibatasi supaya pembahasan lebih terfokus.Pembatasan juga dapat berisi penjelasan tentang peristilahan yang digunakan dalam karya tulis. Metode Pengumpulan Data Bagian ini menjelaskan berbagai teknik yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penyusunan karya tulis tersebut.Pengumpulan data dapat dilakukan melalui pengamatan, angket, wawancara, dan membaca buku. Definisi operasional Pada bagian ini penulis dapat menjelaskan definisi dari fariabel yang dipakai dalam tulisan. Definisi operasional bersifat teknis, artinya istilah tersebut yang dipakai dalam makalah tersebut. Bab II Pembahasan, Mengemukakan pembahasan masalah bersumber pada data yang diperoleh dibandingkan dengan teori yang terdapat pada berbagai sumber. Bab III Penutup, memuat simpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA Daftar Pustaka adalah daftar yang berisi buku, makalah, artikel, dan bahan bacaan lainnya yang dikutip atau digunakan sebagai sumber informasi dalam penulisan makalah. Hal-hal yang diinformasikan dari sebuah buku dalam penulisan daftar pustaka, meliputi: (a) nama pengarang, (b) tahun penerbitan, (c) judul dan subjudul (jika ada), (d) tempat penerbitan, (e) nama penerbit. Cara menulis daftar pustaka 1. Jika nama pengarang terdiri atas dua kata, kata kedua harus didahulukan. Misalnya, Amin Santoso ditulis Santoso, Amin. Di belakang nama diberitande titik(.). Nama gelar tidak perlu dicantumkan. 2. Tahun terbit buku diakhiri tanda titik (.) 3. Judul buku dan subjudul (kalau ada) ditulis miring atau diberi garis bawah per kata dan diakhiri tanda titik (.) 4. Kota penerbit diakhiri tanda titik (.) 5. Nama penerbit buku diakhiri tanda titik (.) Contoh Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru. Badudu, J.S.1981. Membina Bahasa Indonesia Baru. Seri 1, 2, 3. Bandung: Pustaka Prima. ………. . 1981. Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia. Cetakan ke-9. Bandung: Pustaka Prima. Moeliono, Anton M., dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Wijaya, Marlina dan Euis Honiatri. 1997. Intisari Tata Bahasa Indonesia untuk SLTP. Bandung: Pustaka Setia. Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tuesday, 2 August 2016

perenggna pertama

bagi saya perenggan perrtama memainkan peranan yang sangat penting.saya perlu memikirkan bagaimana hendak mencipta perenggan peertama yang baik. sesetengah cerpen menggunakan dialog untuk memulakan cerpen

ulasan creative writing 5%

artikel ini membincangkan sepuluh cara untuk memperbaiki cara kita menghasilkan karya kreatif melalui penulisan.sepuluh cara tersebut merangkumi cara kita memulakan aktiviti menulis,penghasilan perenggan pertama yang mudah didfahami tapi memukau,cara kita mengembangkan watak watak dalam karya kita,pemilihan cara penceritaan dari sudut mana,penulisan dialog yang mengesankan,pemaparan latar dan konteks,pembinaan plot jalan cerita,pemaparan konflik dan ketegangan dalam cerita,pembinaan klimaks serta penyamapaian solusi kepada krisis yang dipaparkan dengan penuh kreatif sepuluh perenggan pertama haruslah mempunyai keupayaan untuk menangkap perhatian pembaca kerana tulisan pertama kita memainkan peranan penting.jika penulisan kita membosankan,pembaca tidak akana nberminat untuk membaca perenggan seterusnya.jadi kita perlu memikirkan bagaimaan untuk mencipta perenggan pertama yang catchy agar pembaca timbul minat untuk membaca. kita juga perlu menetapkan kita ingin bercerita dari sudut mana.dari sudut dirisednidri iaitu aku saya atau dari sudut orang lain iaitu dia mereka atau kamu

ulasan makalah creative writing 5%

A short story conserves characters and scenes, typically by focusing on just one conflict, and drives towards a sudden, unexpected revelation. Go easy on the exposition and talky backstory — your reader doesn’t need to know everything that you know about your characters. Contents Get Started: Emergency Tips Write a Catchy First Paragraph Develop Your Characters Choose a Point of View Write Meaningful Dialogue Use Setting and Context Set up the Plot Create Conflict and Tension Build to a Crisis or a Climax Deliver a Resolution 1. Get Started: Emergency Tips Do you have a short story assignment due tomorrow morning? The rest of this document covers longer-term strategies, but if you are in a pinch, these emergency tips may help. Good luck! What does your protagonist want? (The athlete who wants her team to win the big game and the car crash victim who wants to survive are not unique or interesting enough.) When the story begins, what morally significant action has your protagonist taken towards that goal? (Your protagonist should already have made a conscious choice, good or bad, that drives the rest of the story.) What unexpected consequences — directly related to the protagonist’s goal-oriented actions — ramp up the emotional energy of the story? (Will the unexpected consequences force your protagonist to make yet another choice, leading to still more consequences?) What details from the setting, dialog, and tone help you tell the story? Things to cut: Travel scenes. (Save words. “Later, at the office, I…”) Character A telling character B about something we just saw happening to character A. (Cut the redundancy.) Facial expressions of a first-person narrator. (We can’t see what our own faces look like, so don’t write “A smile lit my face from ear to ear.”) See Writing Dialogue. What morally significant choice does your protagonist make at the climax of the story? (Your reader should care about the protagonist’s decision. Ideally, the reader shouldn’t see it coming.) An effective short story (or poem) does not simply record or express the author’s feelings; rather, it generates feelings in the reader. (See “Show, Don’t (Just) Tell.”) Drawing on your own real-life experiences, such as winning the big game, bouncing back after an illness or injury, or dealing with the death of a loved one, are attractive choices for students who are looking for a “personal essay” topic. But simply listing the emotions you experienced (“It was exciting” “I’ve never been so scared in all my life” “I miss her so much”) is not the same thing as generating emotions for your readers to experience. For those of you who are looking for more long-term writing strategies, here are some additional ideas. Keep a notebook. To R. V. Cassill, notebooks are “incubators,” a place to begin with overheard conversation, expressive phrases, images, ideas, and interpretations on the world around you. Write on a regular, daily basis. Sit down and compose sentences for a couple of hours every day — even if you don’t feel like it. Collect stories from everyone you meet. Keep the amazing, the unusual, the strange, the irrational stories you hear and use them for your own purposes. Study them for the underlying meaning and apply them to your understanding of the human condition. Read, Read, Read Read a LOT of Chekhov. Then re-read it. Read Raymond Carver, Earnest Hemingway, Alice Munro, and Tobias Wolff. If you don’t have time to read all of these authors, stick to Chekhov. He will teach you more than any writing teacher or workshop ever could. -Allyson Goldin, UWEC Asst. Professor of Creative Writing 2. Write a Catchy First Paragraph In today’s fast-moving world, the first sentence of your narrative should catch your reader’s attention with the unusual, the unexpected, an action, or a conflict. Begin with tension and immediacy. Remember that short stories need to start close to their end. No I heard my neighbor through the wall. Dry and uninteresting. Yes The neighbor behind us practiced scream therapy in his shower almost every day. The second sentence catches the reader’s attention. Who is this guy who goes in his shower every day and screams? Why does he do that? What, exactly, is“scream therapy”? Let’s keep reading… Yes The first time I heard him, I stood in the bathroom listening at our shared wall for ten minutes, debating the wisdom of calling the police. It was very different from living in the duplex over middle-aged Mr. and Mrs. Brown and their two young sons in Duluth. The rest of the paragraph introduces I and an internal conflict as the protagonist debates a course of action and introduces an intriguing contrast of past and present setting. “It is important to understand the basic elements of fiction writing before you consider how to put everything together. This process is comparable to producing something delectable in the kitchen–any ingredient that you put into your bowl of dough impacts your finished loaf of bread. To create a perfect loaf, you must balance ingredients baked for the correct amount of time and enhanced with the right polishing glaze.” -Laurel Yourke 3. Developing Characters Your job, as a writer of short fiction–whatever your beliefs–is to put complex personalities on stage and let them strut and fret their brief hour. Perhaps the sound and fury they make will signify something that has more than passing value–that will, in Chekhov’s words, “make [man] see what he is like.” –Rick Demarnus In order to develop a living, breathing, multi-faceted character, it is important to know way more about the character than you will ever use in the story. Here is a partial list of character details to help you get started. Name Age Job Ethnicity Appearance Residence Pets Religion Hobbies Single or married? Children? Temperament Favorite color Friends Favorite foods Drinking patterns Phobias Faults Something hated? Secrets? Strong memories? Any illnesses? Nervous gestures? Sleep patterns Imagining all these details will help you get to know your character, but your reader probably won’t need to know much more than the most important things in four areas: Appearance. Gives your reader a visual understanding of the character. Action. Show the reader what kind of person your character is, by describing actions rather than simply listing adjectives. Speech. Develop the character as a person — don’t merely have your character announce important plot details. Thought. Bring the reader into your character’s mind, to show them your character’s unexpressed memories, fears, and hopes. For example, let’s say I want to develop a college student persona for a short story that I am writing. What do I know about her? Her name is Jen, short for Jennifer Mary Johnson. She is 21 years old. She is a fair-skinned Norwegian with blue eyes, long, curly red hair, and is 5 feet 6 inches tall. Contrary to the stereotype about redheads, she is actually easygoing and rather shy. She loves cats and has two of them named Bailey and Allie. She is a technical writing major with a minor in biology. Jen plays the piano and is an amateur photographer. She lives in the dorms at the University of Wisconsin-Eau Claire. She eats pizza every day for lunch and loves Red Rose tea. She cracks her knuckles when she is nervous. Her mother just committed suicide. 4. Choose a Point of View Point of view is the narration of the story from the perspective of first, second, or third person. As a writer, you need to determine who is going to tell the story and how much information is available for the narrator to reveal in the short story. The narrator can be directly involved in the action subjectively, or the narrator might only report the action objectively. First Person. The story is told from the view of “I.” The narrator is either the protagonist (main character) and directly affected by unfolding events, or the narrator is a secondary character telling the story revolving around the protagonist. This is a good choice for beginning writers because it is the easiest to write. Yes I saw a tear roll down his cheek. I had never seen my father cry before. I looked away while he brushed the offending cheek with his hand. Second Person. The story is told directly to “you”, with the reader as a participant in the action. Yes You laughed loudly at the antics of the clown. You clapped your hands with joy. (See also Jerz on interactive fiction.) Third Person. The story tells what “he”, “she,” or “it” does. The third-person narrator’s perspective can be limited (telling the story from one character’s viewpoint) or omniscient (where the narrator knows everything about all of the characters). Yes He ran to the big yellow loader sitting on the other side of the gravel pit shack. Your narrator might take sides in the conflict you present, might be as transparent as possible, or might advocate a position that you want your reader to challenge (this is the “unreliable narrator” strategy). Yourke on point of view: First Person. “Unites narrator and reader through a series of secrets” when they enter one character’s perceptions. However, it can “lead to telling” and limits readers connections to other characters in the short story. Second Person. “Puts readers within the actual scene so that readers confront possibilities directly.” However, it is important to place your characters “in a tangible environment” so you don’t “omit the details readers need for clarity.” Third Person Omniscient. Allows you to explore all of the characters’ thoughts and motivations. Transitions are extremely important as you move from character to character. Third Person Limited. “Offers the intimacy of one character’s perceptions.” However, the writer must “deal with character absence from particular scenes.” 5. Write Meaningful Dialogue Make your readers hear the pauses between the sentences. Let them see characters lean forward, fidget with their cuticles, avert their eyes, uncross their legs. –Jerome Stern Dialogue is what your characters say to each other (or to themselves). Each speaker gets his/her own paragraph, and the paragraph includes whatever you wish to say about what the character is doing when speaking. (See: “Quotation Marks: Using Them in Dialogue“.) No “Where are you going?” John cracked his knuckles while he looked at the floor. “To the racetrack.” Mary edged toward the door, keeping her eyes on John’s bent head. “Not again,” John stood up, flexing his fingers. “We are already maxed out on our credit cards.” The above paragraph is confusing, because it is not clear when one speech stops and the other starts. No “Where are you going?” John asked nervously. “To the racetrack,” Mary said, trying to figure out whether John was too upset to let her get away with it this time. “Not again,” said John, wondering how they would make that month’s rent. “We are already maxed out on our credit cards.” The second example is mechanically correct, since it uses a separate paragraph to present each speaker’s turn advancing the conversation. But the narrative material between the direct quotes is mostly useless. Write Meaningful Dialogue Labels “John asked nervously” is an example of “telling.” The author could write “John asked very nervously” or “John asked so nervously that his voice was shaking,” and it still wouldn’t make the story any more effective. How can the author convey John’s state of mind, without coming right out and tellinig the reader about it? By inference. That is, mention a detail that conjures up in the reader’s mind the image of a nervous person. Yes John sat up. “Wh– where are you going?” Yes “Where are you going?” John stammered, staring at his Keds. Yes Deep breath. Now or never. “Where are you going?” No John sat up and took a deep breath, knowing that his confrontation with Mary had to come now, or it would never come at all. “Wh– where are you going?” he stammered nervously, staring at his Keds. Beware — a little detail goes a long way.Why would your reader bother to think about what is going on, if the author carefully explains what each and every line means? Let’s return to the first example, and show how dialogue labels can affect the meaning of a passage. Yes “Where are you going?” John cracked his knuckles while he looked at the floor. “To the racetrack.” Mary edged toward the door, keeping her eyes on John’s bent head. “Not again,” John stood up, flexing his fingers. “We are already maxed out on our credit cards.” In the above revision, John nervously asks Mary where she is going, and Mary seems equally nervous about going.But if you play a little with the paragraphing.. Yes “Where are you going?” John cracked his knuckles while he looked at the floor. “To the racetrack.” Mary edged toward the door, keeping her eyes on John’s bent head. “Not again.” John stood up, flexing his fingers. “We are already maxed out on our credit cards.” All I changed was the paragraphing (and I changed a comma to a period.)Now Mary seems more aggressive — she seems to be moving to block John, who seems nervous and self-absorbed. And John seems to be bringing up the credit card problem as an excuse for his trip to the racing track. He and Mary seem to be desperate to for money now. I’d rather read the rest of the second story than the rest of the first one. 6. Use Setting and Context Setting moves readers most when it contributes to an organic whole. So close your eyes and picture your characters within desert, jungle, or suburb–whichever setting shaped them. Imagining this helps balance location and characterization. Right from the start, view your characters inhabiting a distinct place. –– Laurel Yourke Setting includes the time, location, context, and atmosphere where the plot takes place. Remember to combine setting with characterization and plot. Include enough detail to let your readers picture the scene but only details that actually add something to the story. (For example, do not describe Mary locking the front door, walking across the yard, opening the garage door, putting air in her bicycle tires, getting on her bicycle–none of these details matter except that she rode out of the driveway without looking down the street.) Use two or more senses in your descriptions of setting. Rather than feed your readers information about the weather, population statistics, or how far it is to the grocery store, substitute descriptive details so your reader can experience the location the way your characters do. Yes Our sojourn in the desert was an educational contrast with its parched heat, dust storms, and cloudless blue sky filled with the blinding hot sun. The rare thunderstorm was a cause for celebration as the dry cement tunnels of the aqueducts filled rapidly with rushing water. Great rivers of sand flowed around and through the metropolitan inroads of man’s progress in the greater Phoenix area, forcefully moved aside for concrete and steel structures. Palm trees hovered over our heads and saguaro cactuses saluted us with their thorny arms. 7. Set Up the Plot Plot is what happens, the storyline, the action. Jerome Stern says it is how you set up the situation, where the turning points of the story are, and what the characters do at the end of the story. A plot is a series of events deliberately arranged so as to reveal their dramatic, thematic, and emotional significance. –Jane Burroway Understanding these story elements for developing actions and their end results will help you plot your next short story. Explosion or “Hook.” A thrilling, gripping, stirring event or problem that grabs the reader’s attention right away. Conflict. A character versus the internal self or an external something or someone. Exposition. Background information required for seeing the characters in context. Complication. One or more problems that keep a character from their intended goal. Transition. Image, symbol, dialogue, that joins paragraphs and scenes together. Flashback. Remembering something that happened before the short story takes place. Climax. When the rising action of the story reaches the peak. Falling Action. Releasing the action of the story after the climax. Resolution. When the internal or external conflict is resolve. Brainstorming. If you are having trouble deciding on a plot, try brainstorming. Suppose you have a protagonist whose husband comes home one day and says he doesn’t love her any more and he is leaving. What are actions that can result from this situation? She becomes a workaholic. Their children are unhappy. Their children want to live with their dad. She moves to another city. She gets a new job. They sell the house. She meets a psychiatrist and falls in love. He comes back and she accepts him. He comes back and she doesn’t accept him. She commits suicide. He commits suicide. She moves in with her parents. The next step is to select one action from the list and brainstorm another list from that particular action. 8. Create Conflict and Tension Conflict is the fundamental element of fiction, fundamental because in literature only trouble is interesting. It takes trouble to turn the great themes of life into a story: birth, love, sex, work, and death. –Janet Burroway Conflict produces tension that makes the story begin. Tension is created by opposition between the character or characters and internal or external forces or conditions. By balancing the opposing forces of the conflict, you keep readers glued to the pages wondering how the story will end. Possible Conflicts Include: The protagonist against another individual The protagonist against nature (or technology) The protagonist against society The protagonist against God The protagonist against himself or herself. Yourke’s Conflict Checklist Mystery. Explain just enough to tease readers. Never give everything away. Empowerment. Give both sides options. Progression. Keep intensifying the number and type of obstacles the protagonist faces. Causality. Hold fictional characters more accountable than real people. Characters who make mistakes frequently pay, and, at least in fiction, commendable folks often reap rewards. Surprise. Provide sufficient complexity to prevent readers predicting events too far in advance. Empathy. Encourage reader identification with characters and scenarios that pleasantly or (unpleasantly) resonate with their own sweet dreams (or night sweats). Insight. Reveal something about human nature. Universality. Present a struggle that most readers find meaningful, even if the details of that struggle reflect a unique place and time. High Stakes. Convince readers that the outcome matters because someone they care about could lose something precious. Trivial clashes often produce trivial fiction. 9. Build to a Crisis or Climax This is the turning point of the story–the most exciting or dramatic moment. The crisis may be a recognition, a decision, or a resolution. The character understands what hasn’t been seen before, or realizes what must be done, or finally decides to do it. It’s when the worm turns. Timing is crucial. If the crisis occurs too early, readers will expect still another turning point. If it occurs too late, readers will get impatient–the character will seem rather thick.-Jerome Stern Jane Burroway says that the crisis “must always be presented as a scene. It is “the moment” the reader has been waiting for. In Cinderella’s case, “the payoff is when the slipper fits.” While a good story needs a crisis, a random event such as a car crash or a sudden illness is simply an emergency –unless it somehow involves a conflict that makes the reader care about the characters (see: “Crisis vs. Conflict“). 10. Find a Resolution The solution to the conflict. In short fiction, it is difficult to provide a complete resolution and you often need to just show that characters are beginning to change in some way or starting to see things differently. Yourke examines some of the options for ending a story. Open. Readers determine the meaning. YesBrendan’s eyes looked away from the priest and up to the mountains. Resolved. Clear-cut outcome. YesWhile John watched in despair, Helen loaded up the car with her belongings and drove away. Parallel to Beginning. Similar to beginning situation or image. YesThey were driving their 1964 Chevrolet Impala down the highway while the wind blew through their hair. YesHer father drove up in a new 1964 Chevrolet Impala, a replacement for the one that burned up. Monologue. Character comments. Yes I wish Tom could have known Sister Dalbec’s prickly guidance before the dust devils of Sin City battered his soul. Dialogue. Characters converse. Literal Image. Setting or aspect of setting resolves the plot. Yes The aqueducts were empty now and the sun was shining once more. Symbolic Image. Details represent a meaning beyond the literal one. Yes Looking up at the sky, I saw a cloud cross the shimmering blue sky above us as we stood in the morning heat of Sin City

ulasan karya virus untuk zel

Cerpen virus untuk zel bagi saya mempunyai kekuatan yang tersendiri.cerpen ini tidak menggunakan bahasa yang terlalu tinggi.cerpen ini menggunakan bahasa yang ringkas tetapi mampu memancing emosi pembaca dan membawa pembaca hanyut berimaginasi tentang perjalanan cerita cerpen tersebut.bahasa yang ringkas bagi saya adalah tidak terlalu menggunakan bahasa yang bersifat sastera atau aras tinggi seperti pawana,prasasti,dan pasca hyang jarang didengari.jadi,pembaca mudah memahami dan menghayati cerpen ini. Latarbelakang watak utama cerpen dipaparkan secara menyelit.ia tidaklah terlalu diceritakan secara terus di permulaan cerita tetapi diselitkan di pertengahan cerita.misalnya latarbelakang mama dan abah zel yang berbeza tahap kedudukan social diceritakan di tengah jalan cerita.bagi saya,watak zel,mama,abah dan keluarga tiri zel dikembangkan dengan baik.pembaca dapat membayangkan karakter watak.misalnya,watak mama zel yang tidak berdendam dan sentiasa positif dapat dirasai apabila penulis menunjukkan dialog mama ezel yang memberi nasihat kepada zel supaya buat baik kepada bapanya meskipun mama zel diceraikan.Watak-watak lain juga sangat baik dikembangkan.watak zel sendiri yang diceritakan latarbelakang akademiknya serta gaya tutur bahasanya. Jalan cerita cerpen ini juga tidak membosankan.cerita bermula dengan jiwa zel yang memberontak dan benci kepada ayah dan keluarga tirinya.pembaca dapat melihat dan merasai konflik jiwa yang zel alamai.selepas itu,pembaca disaji dengan latarbe lakang akademik zel yang membolehkan zel membalas dendam kepada mereka.zel bukan sahaja bijak malah mampu melakukan sesuatu terhadap ayahnya menggunakan kepakarannya.pembaca pasti ingin tahu lagi apa episode seterusnya dana pa kesudahannya kerana permulaannya yang baik dan telah Berjaya membawa pembaca merasai konflik yang zel alami.zel berdendam dengan ayahnya namun di kelelilingi oleh orang yang menasihatinya kepada kebaikan iaitu mama dan rakannya win. Biarpun begitu,bagi saya jalan cerita ini haruslah mempunyai banyak elemen saspen dan sarat dengan konflik supaya pembaca tidak bosan membaca.penulis haruslah mengetengahkan pergolakan antara zel dan keluarga tirinya dengan lebih kompleks supaya pembaca dapat melihat kebencian zel kepada keluarga tirinya.pembaca seolah-olah tidak cukup puas dengan paparan sikap antogonis keluarga tiri zel.penulis sepatutnya memaparkan suatu peristiwa yang dapat membuatkan pembaca merasai sikap antogonis kelaurga tiri zel.misalnya,memaparkan sikap abang tirinya yang mefitnah zel melakukan sesuatu yang buruk atau sikap ibutirinya yang sentiasa merendah-rendahkannya.kegagalan penulis bukanlah bersifat major sehingga membuatkan cerpen ini gagal tetapi masih boleh diperbaiki. Cerpen ini juga menggunakan tema teknologi iaitu virus dan teknologi computer.bagi saya ia sesuatu yang unik dan berbeza.berbeza dengan cerita melayu tradisi yang menggunakan elemen memfitnah,menganiaya,dan mendera sebagai agen membalas dendam tetapi cerpen ini ada kelainan kerana menggunakan isu teknologi.zel menggunakan virus untuk membalas dendam kepada ayahnya.saya sebagai pembaca amat risau jika zel benar-benar menghantar virus kepada ayahnya. Klimaks cerpen ini berada dipenghujungya.cerita bermula secara mendatar dan mula menunjukkan konflik sedikit demi sedikit dan berakhir dengan klimaks dimana zel teringatkan mamanya sehingga zel tidak memutuskan untuk menghantar virus tersebut.pembaca dapat merasai kesan ingatan zel kepada mamanya sehingga zel berubah fikiran.sikap mama zel yang murni Berjaya digarap dengan baik sehingga pembaca dapat memahami kenapa zel boleh berubah fikiran daripada negative kepada psistif apabila teringatkan mamanya.hal ini kerana penulis Berjaya menggambarkan sikap mamanya yang sentiasa positif dan memaafkan. Watak ibu tiri zel pula kurang dikembangkan.hal ini kerana bagi saya ibutiri zel adalah watak penting.ia patut dikembangkan dan diceritakan sikapnya agar pembaca dapat melihat perbezaan sikap ibutiri zel dan mama zel.mungkin pembaca dapat melihat wajarkah zel berdendam dengan mereka.watak ibutiri zel kurang dirasai mungkin bukan kerana watak utama.penulis lebih tertumpu kepada mama zel,ayah zel dan zel. Walaubagaimanapun,elemen konflik,pergolakan dalam cerpen ini wujud dengan baik apabila penulis menceritakan perbezaan tahap kedudukan social mama zel dan ayah zel,sikap abang tiri zel yang seolah tidak menyenangi pencapaian zel dalam akademik,sikap ayah zel yang digambarkan berat sebelah,sikap murni mama zel yang berbeza daripada wanita lain,serta kepintaran zel dalam teknologi yang digunakan untuk membalas dendam.elemen konflik dalm cerpen ini berjaya dirasai oleh pembaca melalui keriteria diatas dan pembaca dapat melihat pergolakan sebuah keluarga yang berpecah.